Denpasar, Rabu (12 Maret 2008) -- Indonesia menjalin kerjasama dalam bidang pendidikan dengan sembilan negara berpenduduk terbesar dunia (E-9). Indonesia akan mempelajari model dari negara lain dan sebaliknya model Indonesia dapat dikembangkan oleh negara lain.
Kesepakatan kerjasama antarnegara Selatan-Selatan ini merupakan salah satu dari Deklarasi Bali dari negara E-9. "Prinsipnya saling berbagi solusi yahg efektif dan inovatif dari masing-masing negara untuk dapat dikerjasamakan, " kata Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional ketika menjelaskan hasil pertemuan E-9 di Hotel Westin, Nusa Dua, Denpasar, Bali yang berlangsung 10-12 Maret 2008.
Fasli yang menjadi salah satu wakil delegasi dari Indonesia mengemukakan, pertemuan E-9 ke tujuh di Bali dianggap berhasil karena memberikan program aksi yang jelas dibandingkan pertemuan sebelumnya. Sebagai tuan tumah, selama dua tahun ke depan Indonesia membentuk sekretariat, berhubungan dengan sembilan anggota, dan mengorganisasikan program yang sudah disepakati bersama.
Fasli menyatakan, UNESCO regional dan di negara masing-masing wajib merancang dan menjalankan program yang sudah menjadi komunike dalam Deklarasi Bali. "Program kerjasama bisa berupa bilateral atau antarnegara. Sudah ada komitmen dari negara donor dan donatur lainnya untuk membantu negara E9 bergantung kepada program yang akan dikerjakan," ujar Fasli.
Terkait dengan kerjasama antarnegara, Fasli mencontohkan bahwa Nigeria dan Bangladesh tertarik untuk mempelajari program wajib belajar yang menggunakan peran pesantren. "Indonesia memiliki model yang dapat dicontoh oleh mereka karena sesuai dengan negara mereka."
Sebaliknya, Indonesia juga belajar dari negara anggota E-9. Dari Cina, Indonesia belajar bagaimana memberikan insentif kepada guru untuk tinggal di pedesaan. Dari Meksiko, Indonesia belajar begaimana guru diberdayakan melalui kurikulum yang sistemnya melibatkan peran serta guru. Sementara dari Brazil, Indonesia belajar bagaimana memberikan insentif kepada guru berdasarkan kinerja guru.
Menurut Fasli, Indonesia sudah menjalin kerjasama pendidikan dengan Cina. Sekarang tiap tahun Indonesia menerima 80 guru bahasa Mandarin yang dibiayai Pemerintah Cina untuk mengajar setahun di Indonesia. Guru dari Indonesia juga dapat belajar Bahasa Mandarin di Cina.
Saat ini Indonesia sedang menjajaki kerjasama dengan Mesir dalam pengembangan pendidikan anak usia dini. "Kami juga melakukan studi banding untuk mempelajari model pendidikan dari India," ujar Fasli. Sementara negara lain tertarik mempelajari model Indonesia dalam mengembangkan pola pendidikan jarak jauh. Melalui program ini, guru dapat belajar jarak jauh dengan bantuan multimedia.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar